RUU Nikah sirih sekarang ini banyak menjadi pembicaraan di banyak media, karena rancangan undang-undang nikah siri ini mengundang kontrofersi dan juga pro kontra.
Berkenaan dengan nikah siri, dalam RUU yang baru sampai di meja Setneg, pernikahan siri dianggap perbuatan ilegal, sehingga pelakunya akan dipidanakan dengan sanksi penjara maksimal 3 bulan dan denda 5 juta rupiah. Tidak hanya itu saja, sanksi juga berlaku bagi pihak yang mengawinkan atau yang dikawinkan secara nikah siri, poligami, maupun nikah kontrak. Setiap penghulu yang menikahkan seseorang yang bermasalah, misalnya masih terikat dalam perkawinan sebelumnya, akan dikenai sanksi pidana 1 tahun penjara. Pegawai Kantor Urusan Agama yang menikahkan mempelai tanpa syarat lengkap juga diancam denda Rp 6 juta dan 1 tahun penjara. [Surya Online, Sabtu, 28 Februari, 1009]
Sebagian orang juga berpendapat bahwa orang yang melakukan pernikahan siri, maka suami isteri tersebut tidak memiliki hubungan pewarisan. Artinya, jika suami meninggal dunia, maka isteri atau anak-anak keturunannya tidak memiliki hak untuk mewarisi harta suaminya. Ketentuan ini juga berlaku jika isteri yang meninggal dunia.
RUU Nikah siri yang sudah direncanakan sejak tahun 2006 ini bermaksud untuk melindungi adanya poligami dan melindungi hak perempuan. APro Kontra RUu Nikah Siri ini banyak beredar diberbagai media.
Menururut Prof JE Sahetapi. "Seharusnya agama yang melarang. Bukan pemerintah," kata pakar hukum Universitas Airlangga itu. Bagi Sahetapy, rencana pemerintah itu secara tidak langsung telah membuat agama tidak bisa memainkan peranannya soal aturan nikah siri dan makin rumit.
Sahetapty tidak setuju rencana mempidanakan pelaku nikah siri, karena itu melanggar hak asasi manusia (HAM). "Kalau pemerintah yang melarang, berarti agamanya sudah impoten. Seharusnya, agama yang harus melarang, bukan pemerintah," katanya.
Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Laica Marzuki menyatakan, nikah siri memang layak dipidanakan karena jika dibiarkan maka korban dari anak-anak perempuan akan terus bertambah. Baginya, orang yang melakukan nikah siri harus dipidanakan sebab yang menjadi korban adalah anak perempuan, dan mereka tersesat dalam suatu ikatan suci pernikahan.
Sedangkan Direktur Penerangan Agama Islam Kementerian Agama Ahmad Jauhari menyarankan jika pihak suami tidak mampu memberikan rasa keadilan kepada istrinya, maka tidak perlu nikah siri.
Di ruang publik, prokontra nampaknya bakal mengiringi isu nikah siri ini, sebab ini urusan privat yang bakal dicampuri oleh negara. Akankah bermanfaat atau justru kian mudharat?
Saya sendiri berpendapat jika ingin benar-benar membangun rumah tangga yang sakinah, mawadah, warohmah kenapa harus takut untuk melegalkan pernikahan di hadapan hukum Indonesia?
Berkenaan dengan nikah siri, dalam RUU yang baru sampai di meja Setneg, pernikahan siri dianggap perbuatan ilegal, sehingga pelakunya akan dipidanakan dengan sanksi penjara maksimal 3 bulan dan denda 5 juta rupiah. Tidak hanya itu saja, sanksi juga berlaku bagi pihak yang mengawinkan atau yang dikawinkan secara nikah siri, poligami, maupun nikah kontrak. Setiap penghulu yang menikahkan seseorang yang bermasalah, misalnya masih terikat dalam perkawinan sebelumnya, akan dikenai sanksi pidana 1 tahun penjara. Pegawai Kantor Urusan Agama yang menikahkan mempelai tanpa syarat lengkap juga diancam denda Rp 6 juta dan 1 tahun penjara. [Surya Online, Sabtu, 28 Februari, 1009]
Sebagian orang juga berpendapat bahwa orang yang melakukan pernikahan siri, maka suami isteri tersebut tidak memiliki hubungan pewarisan. Artinya, jika suami meninggal dunia, maka isteri atau anak-anak keturunannya tidak memiliki hak untuk mewarisi harta suaminya. Ketentuan ini juga berlaku jika isteri yang meninggal dunia.
RUU Nikah siri yang sudah direncanakan sejak tahun 2006 ini bermaksud untuk melindungi adanya poligami dan melindungi hak perempuan. APro Kontra RUu Nikah Siri ini banyak beredar diberbagai media.
Menururut Prof JE Sahetapi. "Seharusnya agama yang melarang. Bukan pemerintah," kata pakar hukum Universitas Airlangga itu. Bagi Sahetapy, rencana pemerintah itu secara tidak langsung telah membuat agama tidak bisa memainkan peranannya soal aturan nikah siri dan makin rumit.
Sahetapty tidak setuju rencana mempidanakan pelaku nikah siri, karena itu melanggar hak asasi manusia (HAM). "Kalau pemerintah yang melarang, berarti agamanya sudah impoten. Seharusnya, agama yang harus melarang, bukan pemerintah," katanya.
Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Laica Marzuki menyatakan, nikah siri memang layak dipidanakan karena jika dibiarkan maka korban dari anak-anak perempuan akan terus bertambah. Baginya, orang yang melakukan nikah siri harus dipidanakan sebab yang menjadi korban adalah anak perempuan, dan mereka tersesat dalam suatu ikatan suci pernikahan.
Sedangkan Direktur Penerangan Agama Islam Kementerian Agama Ahmad Jauhari menyarankan jika pihak suami tidak mampu memberikan rasa keadilan kepada istrinya, maka tidak perlu nikah siri.
Di ruang publik, prokontra nampaknya bakal mengiringi isu nikah siri ini, sebab ini urusan privat yang bakal dicampuri oleh negara. Akankah bermanfaat atau justru kian mudharat?
Saya sendiri berpendapat jika ingin benar-benar membangun rumah tangga yang sakinah, mawadah, warohmah kenapa harus takut untuk melegalkan pernikahan di hadapan hukum Indonesia?
0 komentar:
Posting Komentar